Jumat, 06 Agustus 2010

Asuhan keperawatan selulitis


1.    Konsep dasar Selulitis
a.       Pengertian
Selulitis menggambarkan infeksi dermis dan jaringan ikat dibawahnya yang disebabkan karena pecahnya sawar kulit, dari abses gigi yang berdekatan atau dari sumber yang jauh karena penyebaran hematogen, (Alpers Ann, 2006, hal ; 1031).
Selulitis adalah infeksi lapisan dermis atau subkutan oleh bakteri yang biasanya terjadi setelah luka atau gigitan di kulit, (Corwin E, 2009, hal ; 122).
Selulitis adalah infeksi dermis dan jaringan subkutan, sangat nyeri, eritema, dengan karakterisik hangat, edema, dan batas tidak tegas. Umumnya timbul di sekitar kulit yang luka, seperti luka operasi, trauma, infeksi tinea, atau ulserasi, (Syam A, 2009).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa selulitis adalah infeksi yang terjadi pada kulit lapisan dermis dan bisa menyebar ke jaringan subkutan yang disebabkan oleh bakteri dan ditandai dengan nyeri, eritema, dengan karakteristik hangat, edema dan batas tidak tegas.

b.      Etiologi
Menurut Alpers Ann, (2006), penyebab selulitis antara lain Streptococcus grup B, Haemophylus influenza, Pneumokokus, Staphylococcus aereus dan Streptococcus grup A.
Meskipun ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkab selulitis, penyebab yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus dan Streptococcus, (Medicastore, 2010).
Selulitis terjadi manakala bakteri tersebut masuk melalui kulit yang bercelah terutama celah antara selaput jari kaki, pergelangan kaki, dan tumit, kulit terbuka, bekas sayatan pembedahan (lymphadenectomy, mastectomy, postvenectomy). Walaupun selulitis dapat terjadi di kulit bagian manapun, lokasi paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Pada anak-anak usia di bawah 6 tahun, bakteri Hemophilus influenzae dapat menyebabkan selulitis, khususnya di daerah wajah dan lengan.
Rosfanty, (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis, antara lain :
1)      Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinka.
2)      Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
3)      Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
4)      Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi.
5)      Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
6)      Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri penginfeksi masuk
7)      Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
8)      Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia
9)      Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.
10)  Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah timbulnya penyakit ini.

c.       Patofisiologi
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta limfatik pada ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristi hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan berindurasi dan dapat mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat rendah.
 




 
Gambar 2. Patofisiologi selulitis

d.      Manifestasi klinik
Menurut Medicastore, (2010), gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d'orange). Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.
Karena infeksi menyebar ke daerah yang lebih luas, maka kelenjar getah bening di dekatnya bisa membengkak dan teraba lunak. Kelenjar getah bening di lipat paha membesar karena infeksi di tungkai, kelenjar getah bening di ketiak membesar karena infeksi di lengan. Penderita bisa mengalami demam, menggigil, malaise, nyeri otot, eritema, peningkatan denyut jantung, sakit kepala dan tekanan darah rendah. Kadang-kadang gejala-gejala ini timbul beberapa jam sebelum gejala lainnya muncul di kulit. Tetapi pada beberapa kasus gejala-gejala ini sama sekali tidak ada. Kadang-kadang bisa timbul abses sebagai akibat dari selulitis. Meskipun jarang, penyebaran infeksi bisa terjadi di bawah kulit yang menyebabkan kematian jaringan (seperti pada gangren streptokokus dan fasitis nekrotisasi) dan penyebaran infeksi melalui aliran darah (bakteremia) ke bagian tubuh lainnya, (Medicastore, 2010).
Jika selulitis kembali menyerang sisi yang sama, maka pembuluh getah bening di dekatnya bisa mengalami kerusakan dan menyebabkan pembengkakan jaringan yang bersifat menetap





Gambar 3. Penderita selulitis pada daerah tungkai
 
e.       Pemeriksaan diagnostik
1)     Pemeriksaan Laboratorium
a)     CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b)     BUN level
c)     Kreatinin level
d)     Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e)     Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.
Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
2)     Pemeriksaan Imaging
a)     Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan)
b)     CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
c)     MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
f.       Penatalaksanaan
1)      Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan lingkungan harus diperhatikan.
2)      Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis
a)      Penisilin G prokain dan semisintetiknya
(1)      Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kota-kota besr perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering terjadi syok anafilaktik.
(2)      Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
(3)      Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
(4)      Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
b)      Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari atau sapai 20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4 dosis. Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resisten-penisilinase. Efek samping yang disebut di kepustakaan berupa colitis pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar tidak dipakai lagi dan diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh adanya makanan dalam lambung.
c)      Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase. Sering memberi rasa tak enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
d)     Sefalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-obatan tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin.
Ada 4 generasi yang berkhasiat untuk kuman positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV.
Contohya sefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2 x 500 m sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan dosis untuk anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
3)      Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan selulitis. Obat topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin, dan mupirosin. Neomisin juga berkhasiat untuk kuman negatif-gram. Neomisin, yang di negeri barat dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan kloramfenikol tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat tersebut digunakan sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan permangas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 x. yang terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi kulit.
4)     Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing fasciitis) serta memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi antibiotik secara infuse, pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam jumlah yang banyak, dan dalam beberapa kasus, tangan atau kaki yang terkena harus diamputasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar